Makalah Tafsir II Tentang Tanggung Jawab Sosial
TANGGUNG JAWAB SOSIAL
MAKALAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir III
Dosen:
Oja Khoerulsyam, M.Ag
oleh:
NAMA : YUSUF WIDIANSYAH
NIRM : 083.14.1811.13
NPM : 09.2013.022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
STIT AL-AZAMI CIANJUR
2014 M/1436 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur adalah milik Allah SWT. yang mengatur alam semesta, shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada junjunan alam Nabiyallah Muahammad SAW.
Keluaraga-Nya, sahabat-Nya, para tabi’in, tabi’it tabi’in dan juga termasuk
kepada kita semua.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas Tafsir III dari
dosen yang bernama Oja Khoerusyam, M.Ag untuk didiskusikan bersama. Di dalam
makalah ini kami menyusun terkait dengan tanggung jawan al-quran berdasarkan
Al-Quran.
Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi semua kalangan baik dari
kalangan pelajar maupun kalangan masyarakat umum. Tidak lupa apabila di dalam
makalah ini terdapat kesalahan baik dalam isi, penulisan, atau apapun yang
lainnya yang berkaitan dengan makalah ini semoga dapat dimaklumi dan mohon
untuk diberikan pelurusan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
C.
Tujuan Penulisan .............................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN .......................................................................................... 2
A.
Pengertian tanggung jawab sosial .................................................................... 2
B.
Tafsir QS. Adz-Dzariyat Ayat 19..................................................................... 2
C.
Tafsir QS. Al-Ma’arij Ayat 24-25 .................................................................... 3
D.
Tafsir QS. Al-Baqoroh Ayat 177 , 197 dan 261 .............................................. 3
E.
Tafsir QS. An-Nisa Ayat 36-37 ....................................................................... 7
BAB III SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 9
A.
Simpulan .......................................................................................................... 9
B.
Saran ................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Seperti kita ketahui sendiri, Al-Qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril AS secara
berangsur-angsur, berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas atas
petunjuk tersebut serta sebagai pembeda antara yang haq dan bathil agar bisa
membebaskan manusia dari kesesatan menuju jalan yang lurus. Atas dasar
tersebut, maka kami mencoba membahas tentang tanggung jawab social yang
terdapat pada beberapa ayat al-quran diantaranya QS. Surat Adz-Dzariyat ayat 19
dan yang lainnya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami masukan dalam makalah ini diantaranya
adalah:
1. Apa pengertian tanggung jawab sosial ?
2. Apa Kandungan yang terdapat dalam Quran Surat
Adz-Dzariyat ayat 19?
3. Apa isi kandungan dalam quran surat
al-ma’arij ayat 24-25?
C.
Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan yang kami tulis dalam makalah ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui pengertian tanggung jawab
sosial;
2. Untuk mengetahui isi kandungan dalam QS.
Adz-Dzariyat ayat 19 ?
3. Untuk mengetahui isi kandungan dalam QS.
Al-Ma’arij ayat 24-25?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tanggung Jawab Sosial
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Tanggung Jawab Sosial Adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau
terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya)
yang berhubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial.
B. Tafsri Qs. Adz-Dzariyat Ayat 19
وَفِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ
١٩
Artinya:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian”.
Asbabun nujul
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Al-Hasan bin
Muhammad bin Hanafiyah bahwa suatu ketika Rasulullah mengutus sekelompok
pasukan. Pasukan tersebut berhasil meraih kemenangan dan mendapatkan banyak
harta rampasan. (ketika kan dilangsungkan pembagian) datang sekelompok orang
untuk meminta bagian dari harta tersebut. Tidak
lama kemudian, turunlah ayat ini.
Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan
sebuah hadis dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad saw pernah menerangkan
siapa yang tergolong orang miskin itu, dengan sabdanya:
”Bukanlah orang miskin itu yang dapat ditolak atau disuruh
pulang dengan pemberian sebiji atau dua biji kurma atau sesuap atau dua suap
makanan. Beliau ditanya, "(jika demikian). Siapakah yang dinamakan miskin
itu?" Beliau menjawab, "Orang yang tidak mempunyai apa yang
diperlukan dan yang tidak dikenal tempatnya sehingga tidak diberikan sedekah
kepadanya. Itulah orang yang mahrum (tidak dapat bagian)". (H.R. Ibnu Jarir dari Ibnu Mardawaih dari Abu
Hurairah)
C. Tafsir
Qs. Surat A-Ma’arij Ayat 24 – 25
وَٱلَّذِينَ فِيٓ
أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ مَّعۡلُومٞ ٢٤ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ٢٥
Artinya:
dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang
(miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau
meminta).
Sebelumnya
Allah juga menyebut ”as-sâ`il wa al-mahrûm” dalam ayat 19, surat adz-Dzâriyât.
Orang-orang yang dermawan, menyediakan dan meluangkan waktunya serta harta yang
diberikan Allah padanya berbagi dengan kaum dhu’afa. Jika mereka meminta dan
kita tahu dia sangat membutuhkan bantuan, maka selayaknya kita membantunya. Sahabat
Husein bin Ali ra meriwayatka hadits Rasulullah saw,”Bagi seorang peminta hak
(untuk ditolong) meskipun dia datang dengan mengendarai kuda” (HR. Abu Dawud
dari Sufyan Ats-Tsaury). Apalagi orang-orang fakir yang kita tahu ia sangat
perlu bantuan, meskipun lidahnya tak mengucapkan satu kata pun. Kita sangat
perlu dan wajib mengulurkan bantuan padanya.
D. Tafsir
Qs. Al-Baqoroh Ayat 177, 195, dan 261
- Qs Al-Baqoroh ayat 177
۞لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن
تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ
مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۧنَ
وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ
وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ
فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ١٧٧
Artinya
: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Ayat
ini mencakup sendi-sendi yang agung, kaidah-kaidah yang umum, dan aqidah yang
lurus. Penafsiran ayat ini adalah, ketika pertama kali Allah swt. memerintahkan
orang-orang mukmin menghadap Baitul Maqdis dan kemudian Dia mengalihkan ke
Ka’bah, sebagian Ahlul Kitab dan kaum muslimin merasa keberatan. Maka Allah
memberikan penjelasan mengenai hikmah pengalihan kiblat tersebut, yaitu bahwa
ketaatan kepada Allah swt, patuh pada semua perintah-Nya, menghadap ke mana
saja yang diperintahkan, dan mengikuti apa yang telah disyari’atkan, inilah
yang disebut dengan kebaikan, ketakwaan, dan keimanan yang sempurna.
Menghadap
ke arah timur ataupun barat tidak dihitung sebagai kebaikan dan ketaatan jika
bukan karena perintah dan syari’at Allah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala
berfirman: laisal birra an tuwalluu wujuuHakum bibalal masy-riqi wal maghribi
wa laakinnal birra man aamana billaaHi wal yaumil aakhiri (“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi
sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian..”)
- QS. Al-Baqoroh Ayat 195
وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا
تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ وَأَحۡسِنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ
يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٩٥
Artinya:
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
“Dalam
ayat ini, Allah SWT memerintahkan para hamba-Nya agar berinfak (membelanjakan
harta) di jalan Allah, yaitu mengeluarkan harta di jalan-jalan menuju Allah.
Yakni setiap jalan kebaikan seperti bersedekah kepada si miskin, kerabat atau
memberikan nafkah kepada orang yang menjadi tanggungan.
Yang
paling agung dan hal pertama yang termasuk kategori itu adalah infak dalam
jihad fi sabilillah. Sesungguhnya, berinfak dalam hal itu merupakan jihad
dengan harta yang juga wajib, sama seperti jihad dengan badan. Infak tersebut
banyak sekali mashlahatnya seperti membantu dalam memperkuat barisan kaum
Muslimin, melemahkan syirik dan para pelakunya, mendirikan dienullah dan memperkuatnya.
Jadi,
jihad fi sabilillah tidak akan terealisasi kecuali dengan adanya infak sebab
infak ibarat roh (nyawa) baginya, yang tidak mungkin ada tanpanya. Dengan tidak
berinfak di jalan Allah, itu artinya membatalkan jihad, memperkuat musuh dan
menjadikan persekongkolan mereka semakin menjadi. Dengan begitu, firman Allah
SWT, “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
menjadi seperti alasan atas hal itu. “Menjatuhkan diri sendiri ke dalam
kebinasaan” (teks arabnya, al-Ilqaa’ bi al-Yad) kembali kepada dua hal:
Pertama, meninggalkan apa yang seharusnya diperintahkan kepada seorang hamba,
jika meninggalkannya itu mengandung konsekuensi -atau hampir mendekati-
binasanya badan atau jiwa dan mengerjakan apa yang menjadi sebab kebinasaan
jiwa atau roh. Termasuk juga ke dalam kategori ini beberapa hal pula, di
antaranya: meninggalkan jihad fi sabilillah atau berinfak di jalannya di mana
konsekuensinya adalah menjadikan musuh berkuasa, tipuan diri untuk berperang,
bepergian yang mengandung resiko, ke tempat yang banyak binatang buas atau
ularnya, memanjat pohon, bangunan yang berbahaya dan semisalnya. Ini dan
semisalnya termasuk kategori orang yang menjatuhkan diri sendiri ke dalam
kebinasaan. Di antara hal lain yang termasuk ‘menjatuhkan diri sendiri ke dalam
kebinasaan’ adalah melakukan maksiat terhadap Allah SWT dan berputus asa untuk
bertaubat.
Ke-dua,
meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Allah di mana
meninggalkannya merupakan bentuk kebinasaan bagi jiwa dan agama.
Manakala
infak di jalan Allah tersebut merupakan salah satu jenis berbuat baik (Ihsan),
maka Allah menyuruh berbuat baik secara umum. Dia berfirman, “Dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” Ini
mencakup semua jenis berbuat kebaikan sebab Dia tidak mengaitkannya dengan
sesuatu tanpa harus adanya sesuatu yang lain, sehingga termasuk di dalamnya
berbuat baik dengan harta seperti yang telah dikemukakan di atas.
Termasuk
juga, berbuat baik dengan kehormatan diri berupa pemberian ‘syafa’at’
(pertolongan) dan sebagainya. Termasuk pula, beramar ma’ruf nahi munkar,
mengajarkan ilmu yang bermanfa’at, membantu orang yang sedang dalam kesusahan,
menjenguk orang sakit, melawat jenazah, menunjuki jalan kepada orang yang
tersesat, membantu orang yang mengerjakan suatu pekerjaan, bekerja untuk orang
yang tidak bisa melakukannya dan bentuk kebaikan lainnya yang diperintahkan
Allah SWT. Termasuk juga berbuat baik (ihsan) dalam beribadah kepada Allah SWT.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan Rasulullah SAW dalam haditsnya mengenai apa
itu ihsan, “Bahwa kamu menyembah Allah SWT seakan-akan kamu melihat-Nya, jika
kamu tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Siapa
saja yang memiliki sifat-sifat seperti di atas, maka ia termasuk orang yang
Allah sebut, “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik
(surga).” (QS.Yunus:26) Allah SWT akan selalu bersamanya; memberikannya
ketepatan (dalam tindakan dan perkataan), membimbingnya dan menolongnya dalam
segala hal.” (Taysiir al-Kariim ar-Rahmaan Fi Tafsiir Kalaam al-Mannaan karya
Syaikh Naashir as-Sa’idi berkenaan dengan ayat tersebut).
- QS. Al-Baqoroh Ayat 261
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ
فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ
سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ
وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ٢٦١
Artinya:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha Mengetahui.
(مَّثَلُ الَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ) Dalam kitab tafsirnya, al-Thabari menyontohkan infak seperti
di jalan Allah seperti jihad dengan nyawa dan hartanya. (كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ) Mereka yang berjihad diumpamakan
seperti benih yang ditanam dan tumbuh setiap benihnya tujuh ratus cabang.
Al-Thabari mengutip riwayat dari Musa ibn Burhan, dikatakan bahwa orang yang
berinfak di jalan Allah akan dilipatgandakan pahalanya sebanyak tujuh ratus
kali.
(وَاللّهُ يُضَاعِفُ
لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ) Al-Thabari menjelaskan bahwa Allah akan melipatgandakan pahala
hambanya setelah berinfak di jalanNya. Orang-orang yang berinfak demi mengharap
keridhaan Allah, maka tidak akan pernah hartanya berkurang.
E. Tafsir
QS. An-Nisa Ayat 36-37
۞وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا
تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ
وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ
وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا ٣٦ ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ
وَيَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبُخۡلِ وَيَكۡتُمُونَ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن
فَضۡلِهِۦۗ وَأَعۡتَدۡنَا لِلۡكَٰفِرِينَ عَذَابٗا مُّهِينٗا ٣٧
Artinya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (yaitu) orang-orang yang
kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah
yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk
orang-orang kafir siksa yang menghinakan.
Allah
Ta'ala dalam ayat ini memerintahkan kita hanya menyembah kepada-Nya saja dan
mengarahkan berbagai bentuk ibadah kepada-Nya, baik berdoa, meminta pertolongan
dan perlindungan, ruku' dan sujud, berkurban, bertawakkal dsb. serta masuk ke
dalam pengabdian kepada-Nya, tunduk kepada perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya dengan rasa cinta, takut dan harap serta berbuat ikhlas dalam
semua ibadah baik yang nampak (ibadah lisan dan anggota badan) maupun yang
tersembunyi (ibadah hati). Allah Ta'ala juga melarang berbuat syirk, baik syirk
akbar (besar) maupun syirk asghar (kecil).
Syirk
Akbar (besar) adalah syirk yang biasa terjadi dalam uluhiyyah maupun
rububiyyah. Syirk dalam Uluhiyyah yaitu dengan mengarahkan ibadah kepada selain
Allah Ta’ala, misalnya berdo’a dan meminta kepada selain Allah, ruku’ dan sujud
kepada selain Allah, berkurban untuk selain Allah (seperti membuat sesaji untuk
jin atau penghuni kubur), bertawakkal kepada selain Allah dan mengarahkan
segala bentuk penyembahan/ibadah lainnya kepada selain Allah Ta’ala. Sedangkan
syirk dalam rububiyyah yaitu menganggap bahwa di samping Allah ada juga yang
ikut serta mengurus alam semesta. Syirk dalam uluhiyyah dan rububiyyah termasuk
syirk akbar. Sedangkan Syirk Asghar (kecil) adalah perbuatan, ucapan atau niat
yang dihukumi oleh agama Islam sebagai Syirk Asghar karena bisa mengarah kepada
Syirk Akbar
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
A.
Simpulan
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Tanggung Jawab Sosial Adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi
apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya) yang
berhubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial
QS. Adz-Dzariyat ayat 19 menjelaskan bahwa pada harta kita selaku manusia
cipataan Allah yang beriman ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian”.
QS
Al-Ma’arij ayat 24-25 menjelaskan bahwa orang yang dalam hartanya tersedia
bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).
Sebelumnya Allah juga menyebut ”as-sâ`il wa al-mahrûm”
dalam ayat 19, surat adz-Dzâriyât. Orang-orang yang dermawan, menyediakan dan
meluangkan waktunya serta harta yang diberikan Allah padanya berbagi dengan
kaum dhu’afa. Jika mereka meminta dan kita tahu dia sangat membutuhkan bantuan,
maka selayaknya kita membantunya. Sahabat Husein bin Ali ra meriwayatka hadits
Rasulullah saw,”Bagi seorang peminta hak (untuk ditolong) meskipun dia datang
dengan mengendarai kuda” (HR. Abu Dawud dari Sufyan Ats-Tsaury). Apalagi
orang-orang fakir yang kita tahu ia sangat perlu bantuan, meskipun lidahnya tak
mengucapkan satu kata pun. Kita sangat perlu dan wajib mengulurkan bantuan
padanya.
B.
Saran
Untuk para pembaca hendaklah menyadari bahwa begitu
pentingyan ilmu untuk kita dalam menjalankan hidup di dunia ini, karena itu
rajin-rajinlah mencari dan terus mencari ilmu supaya dalam menjalani hidup
untuk ibadah ini bisa lebih berkah guna mendapatkan ridha Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
http://kbbi.web.id/tanggung jawab
Abu Yahya Marwan bin Musa. Tafsir Hidayatul
Insan. www.web.id. PDF